Para Murabithun (Penjaga): Garis Pertahanan Pertama Masjid Al Aqsa

by admin
5105 views

Para murabithun, murabithat atau murabithu al Aqsa adalah nama yang diberikan kepada sekumpulan dan individu-individu yang berasal dari penduduk kota Al Quds (Yerusalem) dan orang-orang Palestina yang berasal dari wilayah-wilayah jajahan 1948. Mereka adalah orang-orang yang telah mendedikasikan jiwa dan waktu mereka untuk berjaga di masjid Al Aqsa atau di pintu-pintu masuknya, dan siap menghadapi pasukan penjajah Zionis serta para ekstrimis Yahudi yang selalu berusaha masuk ke dalam masjid Al Aqsa serta melakukan penodaan terhadap nya. Para murabithun ini berasal dari lintas generasi dan latar belakang politik juga budaya yang beragam. Kecintaan kepada masjid Al Aqsa dan keinginan untuk membelanya lah yang menyatukan mereka. Kita bisa melihat di antara mereka terdapat para orang tua, pemuda, ibu-ibu, para sesepuh dan bahkan para penghapal Quran juga para penuntut ilmu Syar’i.

Pengertian Ribath dan Asal Usulnya di Masjid Al Aqsa

Arti asal ribath adalah menetap di tempat tertentu dan tidak sedkitpun meninggalkan nya. Dalam bahasa arab dikatakan, seseorang melakukakan ribath di suatu tempat tertentu: yang berarti bahwa ia menetap di situ dan tidak meninggalkan nya. Karena itu, ribath diartikan dengan menetap pada tempat-tempat yang dikhawatirkan akan diserang oleh musuh dengan tujuan untuk membentengi, membela dan melindungi kaum muslimin. Biasanya ribath dilakukan di daerah-daerah perbatasan. Ribath memiliki keutaman besar dalam Islam. Ia merupakan salah satu bentuk jihad dan berjuang di jalan Allah swt. Dalam sebuah hadits Rasululah saw bersabda:

“Melakukan ribath selama sehari di jalan Allah adalah lebih baik dari dunia dan segala isinya.” (HR Muslim)

Sejak abad pertama Hijriah (abad ketujuh Masehi), kaum muslimin telah memiliki kebiasaan untuk menetap di masjid Al Aqsa. Bahkan mereka meninggalkan negeri serta tanah kelahiran mereka dan datang ke Baitul Maqdis dalam jumlah besar untuk melakukan i’tikaf di masjid Al Aqsa. Banyak di antara mereka pada akhirnya dimakamkan di samping masjid Al Aqsa. Bebarapa contohnya adalah sahabat Syaddad bin Aus (wafat tahun 64 H/683 M) dan sahabat Dzul Ashabi’ yang pindah dan menetap di samping masjid Al Aqsa, beliua berceritra, “aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, jika kami diuji dengan panjang umur setelah engkau, maka engkau menyuruh Kemana? Beliau bersabda: “Pergilah ke Baitul Maqdis, semoga akan lahir darimu keturunan yang akan pergi ke masjid itu baik pagi maupun sore harinya”. (Musnad Imam Ahmad)

Bahkan pun setelah mereka dan masa-masa berikutnya, kaum muslimin tetap melakukan i’tikaf dan ribath di masjid Al Aqsa. Kecuali pada masa terjadinya perang salib ketika masjid Al Aqsa dikuasai dan dirubah menjadi gereja dan markas oleh para tentara salib. Telah banyak kitab-kitab Tarikh, Tasawwuf dan Biografi yang menjelaskan dan mengabarkan kepada kita tentang mereka yang tinggal menetap dan  bernadzar  untuk shalat dan beri’tikaf di masjid Al Aqsa.

Tumbuh Kembang Gerakan Ribath

Setelah Ariel Sharon, mantan Perdana Menteri Zionis Israel, secara ilegal masuk ke dalam masjid Al Aqsa yang menyebabkan meletusnya intifadhah Al Aqsa tahun 2000. Kemudian Gerakan Islam Al Harakah Al Islamiyah, yang dipimpin oleh Syekh Raid Shalah, berfikir tentang perlunya melindingi masjid Al Aqsa dan memenuhi nya dengan para jamaah sepanjang waktu agar penjajah Zionis tidak menguasai nya. Maka ketika itu mereka mengkampayekan gerakan yang disebut dengan Masiroh Al Bayariq  dan Qawafil Syaddurrihal, yang bertujuan untuk memobilisasi para jamaah dari kawasan Al Khalil (Hebron), Al Mutsallats, Al Naqab (Najev) dan kawasan pesisir ke masjid Al Aqsa setiap hari dengan menggunakan bis-bis yang secara khusus digunakan untuk tujuan ini. Kampanye ini memiliki dampak positif langsung pada kebangkitan masjid Al Aqsa dan kebangkitan kehidupan ekonomi kota tua Al Quds (Yerusalem).

Tahap kedua dari kampanye gerakan ribath (penjagaan) di masjid Al Aqsa adalah dengan membentuk halaqoh-halaqoh ilmu yang disebut dengan “mashathib Al Ilmi”. Gerakan Al Harokah Al Islamiyah mensponsori pembentukan 36 halaqoh Ilmu pada tahun 2008 di dalam masjid Al Aqsa. Halaqoh-halaqoh ilmu ini menerima orang-orang yang ingin belajar ilmu-ilmu syar’i, yang terdiri dari ilmu Quran, qiroat, fiqih, siroh dan hadits, melalui dauroh-dauroh ilmiah yang termetode dengan baik. Mereka, yang belajar, ini terdiri dari berbagai usia, kemudian berkembang hingga jumlah anggotanya mencapai 1200 orang pada tahun 2011. Halaqoh-halaqoh tersebut memang dperuntukkan bagi orang-orang yang hadir dan melakukan ribath di dalam masjid Al Aqsa.  Sering kali ketika mereka sedang dalam halaqoh-halaqoh ilmu ini, mereka harus bersitegang dan menghadapi para penyerbu yang ingin masuk ke dalam masjid Al aqsa secara ilegal. Mereka berusaha mengusir para penyerbu ini meski harus mengalami serangan dan beberapa kesulitan.

Pada tahun 2015 zionis Israel melancarkan serangan terhadap para murabithun.  Pada Agustus 2015 pihak intelejen zionis Israel menerbitkan daftar nama-nama para murabithah (murabithun perempuan) yang berjumlah sekitar 75 orang, yang terkenal di kalangan para aktivis dengan “daftar emas”. Kesemua nama-nama tersebut dicabut haknya untuk masuk ke dalam masjid Al Aqsa dan shalat di dalamnya. Pada bulan yang sama, Menteri Perang Israel, Moshe Ya’alon, mengeluarkan sebuah keputusan yang menganggap para murabithun dan murabithat sebagai organisasi ilegal, hal itu beradasarkan atas rekomendasi dari Kepolisian Zionis Israel dan Dinas Keamanan Umum. Ia mengaggap mereka sebagai faktor utama dalam menciptakan ketegangan dan kekerasan serta melemahkan kedaulatan Israel atas masjid Al Aqsa. Satu hal yang mencerminkan kesombongan penjajah Israel dan fakta-fakta yang dipaksakan oleh mereka di lapangan meskipun bertentangan dengan akal sehat adalah bahwa, menurut keputusan tersebut, kehadiran jamaah kaum muslimin di masjid (Al Aqsa) mereka merupakan faktor ketegangan dan kekerasan, sementara masuknya tentara Israel dan para ekstrimis Yahudi ke dalam masjid Al Aqsa secara ilegal dianggap tidak mengarah ke sana (faktor ketegangan dan kekerasan).

Tetapi larangan melakukan ribath dan menganggap nya sebagai sebuah perbuatan melanggar hukum (kriminal) oleh penjajah Zionis Israel tidak menghalangi para murabithun dan murabithatat untuk melakukan aksi ribath mereka di pintu-pintu masjid Al Aqsa.  Pada Juli 2017 mereka memainkan peran berbeda dalam pergolakan (yang terjadi di) pintu Al Ashbath, yaitu dengan memimpin aksi protes (dalam bentuk duduk) di pintu-pintu masjid Al Aqsa. Maka konsep ribath semakin meluas dan ribuan penduduk kota Al Quds dan pendududk dari wilayah-wilayah jajahan 1948 bergabung dengan mereka. Aksi protes tersebut berhasil dalam menggagalkan kehendak penjajah Zionis Israel dan memulihkan kondisi masjid Al Aqsa seperti sedia kala. Mereka juga meraih kemenangan dengan bisa masuknya kaum muslimin ke masjid Al Aqsa tanpa harus melewati pintu-pintu pemerikasaan (metal detector) yang ingin diletakkan oleh penjajah Israel di pintu-pintu masuk masjid sebagai cara baru untuk menguasai dan mengontrol masjid Al Aqsa.

Urgensi dan Peran para Murabithun

Urgensi melakukan ribath adalah dengan tidak membiarkan masjid Al Aqsa kosong dari para jamaah shalat dan para pengunjung, khususnya pada pagi hari , setelah waktu dhuhur dan juga pada momen-momen hari raya Yahudi. Karena pada waktu-waktu ini jumlah para penyusup yang ingin masuk seacara ilegal ke dalam masjid Al Aqsa dan juga usaha mereka untuk melakukan ritual-ritual talmud di dalamnya semakin bertambah. Maka peran para murabithun adalah dengan menghalau dan berusaha mencegah para penyusup ini  masuk ke dalam area masjid dan juga untuk mencegah dipaksakannya pembagian waktu (taqsim zamani) dan tempat (taqsim makani) di masjid Al Aqsa. Pembagian ini sendiri merupakan usaha yang dilakukakan oleh penjajah Zionis Israel seperti yang telah mereka lakukan di masjid Al Ibrahimi di kota Al Khalil (Hebron). Oleh sebab ribath atau penjagaan yang dilakukan oleh para murabithun di garis pertahanan pertama  yaitu tepat di masjid Al Aqsa, maka mereka seolah sedang menggantikan peran jutaan bangsa arab dan juga kaum muslimin dalam membela kemulian masjid Al Aqsa.

Ribath di masjid Al Aqsa adalah dengan memastikan bahwa umat Islam selalu ada di sana untuk melindungi, membela dan menghormati nya. Karena itu, para murabithun terpaksa harus meninggalkan tugas dan pekerjaan mereka untuk mengabdikan diri pada tugas ini (yakni ribath). Beberapa di antara mereka menjadikan ribath sebagai pekerjaan dan jihad permanen di masjid Al Aqsa. Respon dan perlawanan mereka terhadap segala usaha untuk menyerbu dan masuk ke masjid Al Aqsa secar ilegal adalah dengan tangan kosong dan dada terbuka serta tenggorokan mereka yang meneriakkan Takbir “Allahu Akbar” di hadapan para penyerbu dan penyerang.

Pada titik ini para murabithun telah mencapai hasil yang luar biasa. Selain menghalangi proyek pembagian (waktu dan tempat), berkonfrontasi langsung dengan penjajah dan menjadi representasi ummat Islam di garis terdepan membela masjid Al Aqsa, para murabithun ini telah menjadi ikon dan sumber inspirasi bagi banyak aktifis di dunia karena ketabahan dan tekat mereka untuk selalu terhubung dengan masjid Al Aqsa meskipun mereka harus menghadapi begitu banyak siksaan badan, serangan dan penangkapan. Selain itu, ada banyak nama dari para murabithat (para penjaga perempuan) yang berhasil menyampaikan berita-berita tentang Al Aqsa dan perkembangan terkini di sana. Mereka juga menyampaikan pesan terkait dengan Al Aqsa melalui konferensi-konferensi internasional, pertemuan-pertemuan publik atau melalui situs jejaring sosial. Syeikh Raid Shalah mungkin bisa dianggap sebagai pemimpin para murabithun, karena ia telah mendedikasikan hidup, waktu dan daya upayanya untuk Al Aqsa. Beliau sendiri saat ini sedang berada dalam tahanan penjajah Israel. Muncul juga contoh-contoh lain dari para murabithun ini seperti Syekh Kamal Khatib dan para pemimpin Al Harakah Al Islamiyah lainnya. Beberapa di antara para murabithun dan murabithat ini adalah: Khadijah Khuwais, Hanadi Halawani, Zinah Amru, Sahar An Natsya, Samiha Syahin, Ummu Ihab Al Jalad dan lain sebagainya. Kami akan berusaha mendokumentasikan semua pengalaman mereka dalam Aqsapedia.

Zionis Israel Menjadikan para Murabithun Sebagai Target

Kebrutalan Zionis semakin meningkat ketika berurusan dengan para murabithun dan menjadikan mereka sebagai sasaran, sebab peran mereka (para murabithun) semakin signifikan dalam mempertahankan masjid Al Aqsa dan menghalangi rencana-rencana Zionis untuk melakukan pembagian (waktu dan tempat). Mereka telah menghadapi berbagai tindakan represif, di antaranya  adalah sebagai berikut:

  1. Dilarang untuk melakukan Ribath dan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum.

Pada Agustus 2015, Menteri Perang Zionis, Moshe Ya’alon, mengeluarkan sebuah keputusan yang  menjadikan para murabithun dan murabithat sebagai organisasi atau kelompok terlarang atas rekomendasi dari Kepolisian penjajah dan Dinas Keamanan Umum. Mereka (para murabithun) dianggap sebagai faktor utama dalam menciptakan ketegangan dan kekerasan serta melemahkan kedaulatan Israel atas masjid Al Aqsa. Satu hal yang mencerminkan kesombongan penjajah Israel dan fakta-fakta yang dipaksakan oleh mereka di lapangan meskipun bertentangan dengan akal sehat adalah bahwa, menurut keputusan tersebut, kehadiran jamaah kaum muslimin di masjid (Al Aqsa) mereka merupakan faktor ketegangan dan kekerasan, sementara masuknya tentara Israel dan para ekstrimis Yahudi ke dalam masjid Al Aqsa secara ilegal dianggap tidak mengarah ke sana (faktor ketegangan dan kekerasan).

  1. Dilarang untuk masuk ke dalam Masjid Al Aqsa

Polisi penjajah melakukan tindakan keras kepada para murabithun dan murabithat  yaitu dengan merampas hak mereka untuk beribadah dan memasuki masjid Al Aqsa. Puluhan orang dari mereka telah terkena imbas dari pelarangan ini. Misalnya pada 23 Agustus 2015, ketika dinas intelijen penjajah mengeluarkan daftar nama-nama murabithah yang berjumlah 75 orang.  Daftar nama-nama tersebut dikenal di kalangan para aktifis dengan “Daftar Emas”. Kesuma nama murabithah yang terdapat dalam daftar tersebut dicabut haknya untuk masuk dan shalat di dalam masjid Al Aqsa. Penjajah Israel menambahkan puluhan nama lagi dalam daftar ini. Puluhan orang ini meski dilarang untuk masuk ke dalam masjid Al Aqsa, akan tetapi tetap melaksanakan shalat dan pendidikan agama mereka di pintu-pintu Al Aqsa.

  1. Dilarang untuk menjalankan Program Qawafil Syaddurrihal

Qawafil Syaddurrihal adalah bis-bis yang digunakan untuk mengangkut para jamaah di dalam wilayah Palestina terjajah menuju masjid Al aqsa. Keputusan melarang ribath yang dikeluarkan oleh penjajah Zionis dibarengi dengan keputusan untuk memerangi segala upaya untuk menjalankan proyek Qawafil Syadurrihal. Penjajah Zionis menghentikan, menahan dan melarang semua bis tersebut agar tidak sampai ke masjid Al Aqsa. Meraka juga mengancam akan memberikan sanksi dan denda kepada para supir dari bis-bis tersebut. Hal tersebut mereka lakukan sebagai usaha agar para murabithun tidak sampai atau masuk ke dalam masjid Al Aqsa..

  1. Ditangkap dan diadili
  2. Diasingkan keluar Kota Al Quds (Kota Tua) dan Dilarang untuk memasuki nya
  3. Dilarang bepergian dan paspor ditahan
  4. Ditangkap di dalam masjid Al Aqsa dengan tuduhan meneriakkan takbir di hadapan para ekstrimis Yahudi
  5. Dipanggil untuk diperiksa berungkali dan melelahkan
  6. Ditahan berhari-hari tanpa tuduhan yang jelas
  7. Mengalami pelecehan verbal dan fisik, seperti dihina, dipukul dan ditendang.
  8. Identitas pribadi ditahan
  9. Rumah dimasuki dan didobrak  secara paksa
  10. Asuransi kesehatan paramurabithun dan keluarganya dicabut
  11. Anak-anak mereka diancam akan ditangkap dan ditempatkan di   Rumah Yatim
  12. Dijadikan tahanan rumah
  13. Dipaksa untuk membayar denda

Related Articles